Tiga tahun lalu saya berkesempatan belajar jadi guru sebenarnya guru di salah satu sekolah. Saat menjalani pendidikan sebagai guru magang, salah satu bekal yang saya dapat adalah bagaimana mengendalikan anak yang tantrum. Suwerrr, saat praktek, ternyata saya lebih pilih jadi Avatar Aang yang mampu mengendalikan angin.
Saat anak tantrum guru harus hadapi dengan sabar dan tenang, gak boleh pwakai marah-marah begitulah kira-kira konsepnya. Suatu hari saya kebagian menghadapi Naya yang gak mau sholat zuhur dan menganggu temannya yang sedang sholat. Tentu saya sebagai guru yang bertugas mengawasi anak-anak hari itu turun tangan dong. Karena Naya gak bisa ditenangkan di ruang sholat, saya pun membawa Naya keluar.
Sampai di luar Naya melepaskan pegangan saya dan menolak untuk turun ke lantai satu. Sebelum tiba di mulut tangga, Naya berontak dan lari hendak masuk ke ruang solat lagi, saya kejar. Saya peluk dia dari belakang, ia berusaha lepaskan pelukan saya, saya tetap peluk dia, khawatir dia mulai menyakiti diri sendiri, alhasil kerudung saya ditarik-tarik, perut saya dapat bonus tendangan sakti dari Naya, pelukan saya sempat renggang, akhirnya saya peluk lagi, saya bantu menenangkan Naya, saya bisikkan istighfar ke telinganya, tangisan yang disertai teriakan pun memecah kesunyian koridor lantai dua. Setelah puas melepaskan emosinya, saya lepaskan pelukan saya. Cukup lama saya menggali emosinya, ternyata Naya ada masalah yang belum selesai dengan ayahnya.
Begitulah secuil pengalaman saya mengatasi anak tantrum. Nah, sekarang tiba di anak sendiri nih yang saat ini berusia enam belas bulan, beda lagi caranya.
Tentang Ilmu Membentuk Self Control pada Anak
Self Control atau Kendali Diri jelas Psikolog Lita Edia adalah kunci kesejahteraan seseorang dan merupakan ciri matangnya jiwa atau menjadi dewasa.
Nah, bisa dibayangkan kalau urusan kendali diri gak selesai diajarkan dari kecil? Maka banyak bermunculan orang bermasalah hanya karena tidak bisa mengendalikan dirinya. Contohnya individu yang cepat marah, sulit melawan rasa malas, kurang tanggungjawab. Tidak hanya itu ternyata orang yang banyak hutang juga bagian dari orang yang sulit mengendalikan diri dalam hal pengeluaran keuangannya.
Tentang kendali diri juga berkaitan dengan adanya individu yang secara akademik dan agama sangat paham dan menguasai, namun tak sanggup menahan diri untuk berbuat maksiat.
Melihat fenomena itu semua, saya berpikir bahwa pendidikan melatih Khalil agar punya self control yang oke menjadi fokus utama pengasuhan anak saya saat ini. Karena di masa usia nya 1 hingga 3 tahun nanti adalah masa dengan berkembangnya kemampuan sosial dan emosinya yang ini:
โข Paham bahwa dirinya perempuan atau lelaki
โข Bisa bermain bersebelahan
โข Tidak banya berbicara satu sama lain
โข Kadang saling meniru
โข Masih sulit berbagi
โข Memukul ketika marah tanpa sadar apa akibatnya
โข Kadang takut dengan orang baru
โข Senang memilih dan mengatur
( Baca : Lengkapi Nutrisinya Jadikan Dunia Sahabatnya )
Poin-poin di atas pas banget dengan apa yang berkembang pada diri Khalil, terutama memukul ketika marah dan sulit berbagi heuheu. Gak kebayang kalau setelah ia aqil baligh baru saya bekali dengan pendidikan kendali diri, tentu akan sulit, sementara masa aqil baligh adalah masa praktek menerapkan kemampuan sosial dan emosi yang sudah dilatih sebelumnya.
Orang yang memiliki kendali diri lanjut Lita, akan berhenti sebelum bertindak. Berpikir baik buruknya, menjadikan tanggung jawab sebagai pedoman. Nah sebelum anak terlanjur masuk masa aqil balighnya dimana ia sudah menanggung beban dosanya sendiri pada tiap-tiap hal yang ia buat, maka tugas kita sebagai orangtua untuk melatih anak kita agar memiliki kendali diri yang baik. Sekaligus kita kembali diingatkan agar terus mengasah kemampuan kendali diri.
Begini Cara Melatih Kendali Diri Anak
Masa 0-12 tahun adalah masa dimana pusat atau otak emosinya berkembang pesat, sehingga disinilah peran orangtua untuk membantu anak mematangkan emosinya termasuk urusan kendali diri. Kelak kita tidak akan meninggalkan generasi yang baperan. Urusan emosi aja gak kelar dari kecil, wajar banget pas dewasa emosian dan baperan,huhu. Caranya bagaimana? berikan ia pengalaman emosi yang baik.
Apa itu pengalaman emosi?
Ada enam jenis emosi dasar yaitu bahagia, marah, sedih, takut, jijik dan terkejut. Bantu anak kenalan dengan emosi-emosi tersebut dengan memberinya kesempatan pada anak untuk mengalami semuanya.
Lalu, Setelah anak merasakan keenam emosi tadi, latih ia agar mampu mengelola emosinya sehingga dapat mengekspresikannya dengan tepat.
Faktanya di lapangan, sering orangtua justru mengabaikan emosi anak. Seperti contoh yang dipaparkan Lita, yaitu anak takut ke kamar mandi, namun orangtua malah memarahi dan memaksa anak untuk melawan rasa takut serta anak dituntut saat itu juga untuk berani ke kamar mandi.
Pahami emosi anak kita wahai Ayah Bunda, someday rasa takut itu penting untuknya di masa dewasa. Takut untuk berbuat keburukan misalnya. Jangan sampai yang terjadi sebaliknya, ketika rasa takut dimatikan, maka banyak orang berbuat sesukanya di muka bumi. Naudzubillah.
Memberikan pengalaman emosi pada anak bisa beragam cara, terutama saat bermain dan bersosialisasi. Ketika ia marah lalu melemparkan mainan, yang bisa orangtua lakukan adalah โAdek marah ya? Boleh marah tapi gak lempar-lempar yaโ . Pola komunikasi orangtua kepada anak juga mempengaruhi, seperti rendah tinggi suara saat berbicara, lalu tatapan mata, gesture tubuh, Masya Allah ya jadi orangtua hehe banyak pe ernya, meskipun begitu harus semangat belajar.
Selain itu, membentuk kemampuan kendali diri anak bisa dimulai dari 0 bulan yakni dengan pola asuh yang responsif. Pola asuh yang responsif adalah segera penuhi kebutuhan si bayi. Misalnya gak membiarkan bayi menangis terlalu lama, segera pahami apa yang membuat ia gak nyaman. Dengan begitu bayi akan tumbuh rasa aman dan percaya pada lingkungannya. Berikan banyak sentuhan dan pelukan.
Inti dari melatih kendali diri anak adalah pahami tahapan usia dan kemampuan berbicara. Untuk anak di bawah 2 tahun terkadang yang membuat ia lepas kendali akan dirinya adalah kesulitan menyampaikan apa yang ia inginkan karena kemampuan kosa katanya masih terbatas untuk itu fokuslah pada usaha orangtua membentuk rasa percayanya pada lingkungan. Ikuti apa yang anak mau selama tidak membahayakan dirinya. Bantu ia menyampaikan kebutuhannya. Biasanya pada masa ini, rengekan anak bisa dicegah bila kita memahami apa yang dibutuhkan anak.
Cocok banget, Khalil sedang menikmati masa-masanya baru pandai jalan. Segalanya ingin ia tahu, eksplor sana sini, emak sampai keringetan ikutin ia berjalan kesana kemari, panjat ini itu. Pegang daun kering, colek-colek tanah, ubek-ubek air, aaaak gemeessh sama Khalil, seneeng lihat perkembangannya.
Lalu bagaimana dengan anak di atas 2 tahun? Beda usia beda tugas perkembangannya dan beda tantangannya, huahaha orangtua siap-siap kerja keras.
Pertama, jangan berikan apa yang diminta anak bila caranya memaksa, mengamuk, menangis atau rewel. Sesuatu yang ia perlukan akan diberikan bila ia bersikap tenang. Disinilah peran orangtua untuk bersikap tegas tapi tetap bijak dan tenang serta konsisten. Pastikan orangtua bisa mengukur mana hal yang dibutuhkan anak atau hanya sekadar keinginan.
Kedua, Latihlah anak untuk menunda apa yang menjadi keinginannya. Jadilah orangtua yang tidak selalu langsung mengabulkan keinginan anak, ini kesempatan emas orangtua untuk ajarkan anak menabung dan bersabar serta mengajukan syarat sebelum keinginannya terpenuhi.
Ketiga, Ajarkan anak untuk mandiri. Beri ia kesempatan untuk menyelesaikan tugas harian yang sesuai dengan usianya.
Keempat, Latih anak untuk menyelesaikan aktifitas yang sudah dimulai seperti merapikan kembali mainan atau perlengkapan kegiatannya. Dengan begitu anak belajar tanggung jawab.
Kelima, Biasakan anak untuk menunaikan kewajibannya sebelum menuntut haknya.
Keenam, Buat kesepakatan atau aturan sederhana sesuai usia anak. Buat bersama anak, sepakati juga konsekuensinya bila aturan dilanggar. Pada poin ini orangtua dituntut tega.
Ketujuh, Bangun konsep diri positif pada anak dengan begitu anak jadi pribadi yang tidak cepat terpengaruh orang lain. Caranya hindari label negatif pada anak, apresiasi kebaikannya.
Betapa segudang manfaat bila anak kita memiliki kendali diri yang baik dan konsep diri positif, kelak ia menjadi orang dewasa yang emosinya stabil, taat aturan, disiplin, bersabar dan terlatih menunda memenuhi keinginan. Hidupnya pun lebih sejahtera. Aih rindunya dengan lahirnya pemuda pemudi yang dewasa lahir batin.
Semoga Bermanfaat..
Sumber :
https://diskusiemakkekinian.wordpress.com/2016/09/21/melatih-kendali-diri-anak-part-1/ diakses pada 10 Januari 2017
https://diskusiemakkekinian.wordpress.com/2016/09/21/melatih-kendali-diri-anak-part-2/ diakses pada 10 Januari 2017
Tulisan ini diikutsertakan dalam โHappy Mom-Yas Marina Giveawayโ
11 Comments. Leave new
Iya, harus bisa jadi emak yang tega demi keselamatan jiwa dan raga anak di masa depan
Hu'um mb harus tega, heuheu
Subhanallah artikelnya Bagus sekali. Buat bekal saya mengurus si kecil nanti. Sepertinya saya harus mulai melatih emosi saya juga.
Alhamdulillah semoga bermanfaat, ๐
Tulisan yang bagus buat ayah-bunda yang mau andil dalam pengasuhan anak sejak dini, nih
Makasi mas, tapi emang ayah bunda harus turut andil, namanya juga satu tim *eaak
wah, anakku juga dulu suka tantrum, ekstra sabar deh menghadapinya. Kalau enggak butuh waktu menjaga emosi jiwa raga ๐
Klo skrg masih tantrum mbakyu?
Wah klo pengalaman saya dengan anak saya, malah saya yg tantrum dibuatnya hehehehehe, memang hrus bnyk blajar yak, trutama blajar mengelola emosi, krn cerdas intelektual saja tak cukup tanpa cerdas emosional apalagi tanpa cerdas spiritual.PR besar buat saya mah. Thanks for sharing…..
Iya pak sama, saya juga lg belajar, ntar ingetin sy ya pak kalo khilaf
salah satu cara untuk meredakan kemarahan anakku juga dengan memeluk dan menciumnya. Pelukan memang bisa mengubah emosi setiap orang yaa Mbaa, tak hanya anak kecil, orang dewasa pun pasti akan lebur kemarahannya saat dipeluk ๐
sukses buat lombanya Mbaa ๐