Ternyata jodoh gak hanya soal kemiripan wajah dengan pasangan, tapi juga kemiripan tata letak rumah, haha.
Rumah orangtuaku berada di pinggir sungai dengan benteng sungai yang lumayan tinggi. Sedangkan rumah mertuaku di pinggir sungai juga, dengan benteng sungai sejajar dengan akses jalan sepanjang Lorong Bersama. Lagi pula sungainya gak besar, kecil, lebarnya ada sekitar dua meter kurang lebih.
Tahun pertama tinggal di rumah mertua, aku harus menikmati kedatangan tamu yang tak diundang sebanyak empat kali T_T. Anehnya hanya lorong kami saja yang kebanjiran, bisa jadi kontur tanah di lokasi kami yang tergolong rending kali yak, sedangkan di gang lainnya yang juga dilalui sungai, banjirnya gak begitu parah.
Pantesan aja pas pertama kali sampe di rumah mertua, lalu masuk ke kamar suami, aku sempat tersandung, aku gak menyadari ada undakan batu yang harus dilalui saat masuk kamar, untung suamiku cepat memegang tanganku *ahzeeeg.
Tiap kamar di rumah kami didesain lebih tinggi dari ruangan-ruangan lain, sehingga kalau banjir, masuknya air ke kamar gak terlalu tinggi, paling menenggelamkan tempat tidur dan lemariku dengan tinggi air 15 cm ajah haha *nangisbombay.
Untuk ruangan lain seperti ruang utama atau ruang tivi, didesain plong aja gitu, hanya ada rak tivi dan tentu tivinya. Kami gak punya sofa. Kalau mau tidur-tiduran, kami sedia tilam Palembang yang ringan itu dan bisa diangkat sana sini. Itu pun dibeli pas Khalil belajar merangkak,haha.
Bisa dibilang rumah kami minim furniture, bersebab rawan banjir itu, jadi gak mau terlalu ribet dengan barang-barang yang mesti diangkat dan ditumpuk saat si โkawanโ itu dating huhu. Alhamdulillahnya memasuki tahun 2017 ini sedikit lega, banyak gorong-gorong di Medan sudah digali, sehingga kalau Medan hujan merata, air yang melewati jalur sungai di dekat rumahku gak begitu tinggi debitnya.
Ibarat kata meskipun rumah di pinggir sungai, tapi kenapa gak dibuat jadi helpfulplace dan serasa Full House yang di pinggir pantai milik Han Ji-Eun dan Young-Jae *eaaak.
Ada satu kalimat bijak home is where the heart is, mau kek mana pun letak dan kondisi rumahnya, rumah adalah tempat terbaik untuk pulang ^^. Nah, Mak mertuaku mencoba mendesain rumah kami agar tetap menjadi tempat terbaik untuk anak, menantu dan cucunya.
Emak dan aku sepertinya menganut paham penataan rumah ala-ala orang Jepang gitu atau mengaplikasikan metode menata rumah seperti yang ditulis Marie Kondo dan terkenal dengan Metode KonMari.
Karena hobi Marie sejak kecil adalah merapikan segala sesuatu miliknya, akhirnya menjadi suatu keahlian dan direkam di bukunya berjudul The Life-changing Magic of Tidying Up.
Metodenya simpel banget, tapi berat dilakukan haha, apalagi kalau ada penyakit menumpuk barang yang dibuang sayang *akubangetituh. Caranya,
Jembrengkan Semua Barang, Simpang Kemudian
Aku tuh kalau bebenah, kuserakkan semua di atas tempat tidur atau di lantai, baru kupilih mana yang layak dibuang atau disimpang
Buat Jadwal Berbenah
Yang ada stress ya kan Mak kalau tiap hari bebenah. Buat waktu khusus dan bebenahnya dicicil. Misal hari ini bebenah isi lemari pakaian, minggu depan bebenah isi lemari buku.
Beli Perabot Berarti Ada Perabot yang Dibuang atau Dijual
Berlaku untuk pakaian, misal saat beli baju baru pastikan ada baju yang dikeluarkan untuk didonasi atau dijadikan kain lap.
Mudah bukan teorinya haha. Oya rumah minim furniture ini sangat membantu sekali bagi aku yang punya balita. Kondisi rumah seperti ini menjadi standar rumah yang ramah dan aman bagi balita.
Selamat menata rumah ^^.