โWahai ahli qiraโah, berlomba-lombalah dalam kebaikan
dan carilah karunia dan rezeki Allah, dan janganlah kalian menjadi
beban hidup orang lainโ โUmar bin Khattab, RA.
Jika
anak TK hari ini ditanyakan tentang apa cita-cita mereka ketika sudah
besar nanti, maka jawaban klise akan bermunculan, ada yang kekeuh ingin
menjadi dokter, guru, presiden dan lain sebagainya, namun adakah anak
TK hari ini yang dididik orangtuanya agar cita-citanya suatu saat nanti
ingin menjadi pengusaha?.
anak TK hari ini ditanyakan tentang apa cita-cita mereka ketika sudah
besar nanti, maka jawaban klise akan bermunculan, ada yang kekeuh ingin
menjadi dokter, guru, presiden dan lain sebagainya, namun adakah anak
TK hari ini yang dididik orangtuanya agar cita-citanya suatu saat nanti
ingin menjadi pengusaha?.
Pengusaha, kata ini masih
menimbulkan asumsi berbeda bagi banyak orang. Maklum, status pengusaha,
masih menjadi strata yang cukup bergengsi di negeri ini, sehingga
membuat orang tidak berani menjadi pengusaha. Menjadi pengusaha berarti
harus memikirkan bagaimana perhitungan kelayakan usaha yang akan dibuat,
pesaing yang akan dihadapi nantinya, ketakutan jika tidak bisa
menguasai teknis, jika modal tidak cukup, kesulitan cari lokasi usaha
dan peralatan pendukung usaha, susahnya merekrut karyawan, jika usaha
sudah dimulai, bagaimana memasarkannya, bagaimana nanti jika gagal, dan
segala kata bagaimana nanti, seandainya jika? Itu semua hal
yang selama ini mungkin telah mematikan karakter sebagian anak bangsa
ketika hendak berwirausaha atau bercita-cita ingin menjadi pengusaha.
menimbulkan asumsi berbeda bagi banyak orang. Maklum, status pengusaha,
masih menjadi strata yang cukup bergengsi di negeri ini, sehingga
membuat orang tidak berani menjadi pengusaha. Menjadi pengusaha berarti
harus memikirkan bagaimana perhitungan kelayakan usaha yang akan dibuat,
pesaing yang akan dihadapi nantinya, ketakutan jika tidak bisa
menguasai teknis, jika modal tidak cukup, kesulitan cari lokasi usaha
dan peralatan pendukung usaha, susahnya merekrut karyawan, jika usaha
sudah dimulai, bagaimana memasarkannya, bagaimana nanti jika gagal, dan
segala kata bagaimana nanti, seandainya jika? Itu semua hal
yang selama ini mungkin telah mematikan karakter sebagian anak bangsa
ketika hendak berwirausaha atau bercita-cita ingin menjadi pengusaha.
Definisi
pengusaha itu sendiri menurut ensiklopedia bebas Wikipedia.com,
pengusaha atau pebisnis adalah sebutan bagi orang-orang yang terlibat
dalam usaha-usaha yang bertujuan menghasilkan laba, umumnya dalam
pengelolaan sebuah perusahaan. Sedangkan yang disebut dengan perusahaan
adalah tempat terjadinya kegiatan produksi dan berkumpulnya
faktor-faktor produksi. Sekilas pembaca saya ajak kembali ke zaman
sekolah pada mata pelajaran ekonomi, faktor produksi adalah sumber daya
yang digunakan dalam sebuah proses produksi barang dan jasa, misalnya
tenaga kerja, modal, sumber daya fisik dan kewirausahawan dan juga
sumber daya informasi. Sebenarnya berdasarkan definisi pengusaha di
atas, penjual gorengan saja sudah bisa disebut pengusaha. Gampang ya?
Namun kenapa masih banyak yang memilih menjadi pegawai atau malah
pengangguran?.
pengusaha itu sendiri menurut ensiklopedia bebas Wikipedia.com,
pengusaha atau pebisnis adalah sebutan bagi orang-orang yang terlibat
dalam usaha-usaha yang bertujuan menghasilkan laba, umumnya dalam
pengelolaan sebuah perusahaan. Sedangkan yang disebut dengan perusahaan
adalah tempat terjadinya kegiatan produksi dan berkumpulnya
faktor-faktor produksi. Sekilas pembaca saya ajak kembali ke zaman
sekolah pada mata pelajaran ekonomi, faktor produksi adalah sumber daya
yang digunakan dalam sebuah proses produksi barang dan jasa, misalnya
tenaga kerja, modal, sumber daya fisik dan kewirausahawan dan juga
sumber daya informasi. Sebenarnya berdasarkan definisi pengusaha di
atas, penjual gorengan saja sudah bisa disebut pengusaha. Gampang ya?
Namun kenapa masih banyak yang memilih menjadi pegawai atau malah
pengangguran?.
Hari ini, mereka yang mengikrarkan diri
menjadi seorang pengusaha di Indonesia masihlah sedikit, hal ini
diperkuat oleh Ir. Ciputra, seorang tokoh pengusaha properti yang cukup
sukses di Indonesia, ia menyatakan bahwa dari 240 juta penduduk
Indonesia, baru sekitar 400 ribu yang memilih profesi sebagai pengusaha
atau sekitar 0.18 %. Jauh sekali perbandingannya dengan Singapura yang
sudah mencapai 7,2 % dan Amerika Serikat sekitar 11.5% (www.ugm.ac.id).
menjadi seorang pengusaha di Indonesia masihlah sedikit, hal ini
diperkuat oleh Ir. Ciputra, seorang tokoh pengusaha properti yang cukup
sukses di Indonesia, ia menyatakan bahwa dari 240 juta penduduk
Indonesia, baru sekitar 400 ribu yang memilih profesi sebagai pengusaha
atau sekitar 0.18 %. Jauh sekali perbandingannya dengan Singapura yang
sudah mencapai 7,2 % dan Amerika Serikat sekitar 11.5% (www.ugm.ac.id).
Berikut
saya akan mengisahkan betapa beruntungnya mereka yang memilih menjadi
pengusaha sebagai profesi yang menjanjikan dunia akhirat. Alkisah,
suatu saat nanti di depan pintu syurga, berdirilah seorang dosen,
seorang dokter dan seorang ulama. Mereka mengantri di depan pintu agar
bisa masuk surga. Selama mengantri mereka sibuk mengungkit jasa selama
di dunia, adalah dosen yang telah mendidik banyak mahasiswa, dokter yang
merasa berjasa telah menyembuhkan banyak orang sakit. Si ulama telah
membimbing banyak orang yang berdosa. Mereka rebutan.
saya akan mengisahkan betapa beruntungnya mereka yang memilih menjadi
pengusaha sebagai profesi yang menjanjikan dunia akhirat. Alkisah,
suatu saat nanti di depan pintu syurga, berdirilah seorang dosen,
seorang dokter dan seorang ulama. Mereka mengantri di depan pintu agar
bisa masuk surga. Selama mengantri mereka sibuk mengungkit jasa selama
di dunia, adalah dosen yang telah mendidik banyak mahasiswa, dokter yang
merasa berjasa telah menyembuhkan banyak orang sakit. Si ulama telah
membimbing banyak orang yang berdosa. Mereka rebutan.
Tiba-tiba
datang pengusaha. Lalu si dosen berkata, โNah, ini dia pengusaha kita!,
ialah yang membangun kampus tempat saya mengajar. โIa juga yang
membangun klinik tempat saya praktekโ, kata si dokter. โOh, ya ia juga
yang membangun rumah ibadah, tempat saya berceramahโ. Akhirnya mereka
bertiga mempersilahkan si pengusaha memasuki surga lebih dulu. Nah, ini
sekadar anekdot yang dikarang Ippho Santosa, seorang pakar otak kanan
sekaligus pengusaha dalam bukunya 7 Keajaiban Rezeki.
datang pengusaha. Lalu si dosen berkata, โNah, ini dia pengusaha kita!,
ialah yang membangun kampus tempat saya mengajar. โIa juga yang
membangun klinik tempat saya praktekโ, kata si dokter. โOh, ya ia juga
yang membangun rumah ibadah, tempat saya berceramahโ. Akhirnya mereka
bertiga mempersilahkan si pengusaha memasuki surga lebih dulu. Nah, ini
sekadar anekdot yang dikarang Ippho Santosa, seorang pakar otak kanan
sekaligus pengusaha dalam bukunya 7 Keajaiban Rezeki.
Sekali lagi apa yang menghalangi kita untuk menjadi pengusaha?, toh, Nabi Muhammad saja juga menjadikan dirinya pengusaha.
Pengusaha: Solusi Pengangguran
Kemiskinan
dan pengangguran sudah seperti dua sisi mata uang yang terus menerus
menjadi momok mengerikan bagi Negara Indonesia tercinta. Sekarang saja
berdasarkan tulisan Yudhistira Anm Massardi dalam opininya berjudul Berhentilah Sekolah Sebelum Terlambat (Kompas,
8 April 2011) menuliskan bahwa ada sekitar 750.000 lulusan program
diploma dan sarjana yang menganggur. Jumlah pengangguran itu akan makin
membengkak jika ditambah jutaan siswa putus sekolah dari SD hingga SLTA.
Tercatat, sejak 2002, jumlah mereka yang putus sekolah itu rata-rata
lebih dari 1.5 juta siswa setiap tahun. Faktanya lagi bahwa dari sekitar
105 juta tenaga kerja yang sekarang bekerja, lebih dari 55 juta pegawai
adalah lulusan SD! Pemilik diploma 3 juta orang dan sarjana sekitar 5
juta orang. Jadi, untuk apa sebenarnya generasi penerus bangsa
bersekolah tinggi?. Menurut Ippho, teori menjadi pengusaha hampir tidak
pernah diajarkan di sekolah. Di sekolah, hal yang sangat dihargai dan
dipuja adalah kehebatan dari Nilai Indeks Prestasi Kumulatif. Padahal
kenyataannya, yang sangat dihargai adalah Indeks Pendapatan Kumulatif.
Inilah yang menyebabkan generasi tamat sekolah tinggi setelah tamat
hanya satu yang dipikirkan yakni bagaimana agar mendapat pekerjaan
tetap, bukan tetap bekerja (wirausaha). Berkaca dari sistem pendidikan
Yahudi, sejumlah kampus di Israel mengharuskan mahasiswa mereka
khususnya mahasiwa dari fakultas ekonomi untuk menggarap suatu proyek
bisnis di akhir tahun perkuliahan. Bekerja secara berkelompok, mereka
hanya bisa lulus kalau proyek tersebut mampu mencetak laba satu juta
dolar atau jika dirupiahkan sekitar Rp. 9 milyar. Indeks Pendapatan
Kumulatif, bukan?, wajar jika hari Yahudi, adalah bangsa yang paling
berkuasa atas kendali perekonomian dunia.
dan pengangguran sudah seperti dua sisi mata uang yang terus menerus
menjadi momok mengerikan bagi Negara Indonesia tercinta. Sekarang saja
berdasarkan tulisan Yudhistira Anm Massardi dalam opininya berjudul Berhentilah Sekolah Sebelum Terlambat (Kompas,
8 April 2011) menuliskan bahwa ada sekitar 750.000 lulusan program
diploma dan sarjana yang menganggur. Jumlah pengangguran itu akan makin
membengkak jika ditambah jutaan siswa putus sekolah dari SD hingga SLTA.
Tercatat, sejak 2002, jumlah mereka yang putus sekolah itu rata-rata
lebih dari 1.5 juta siswa setiap tahun. Faktanya lagi bahwa dari sekitar
105 juta tenaga kerja yang sekarang bekerja, lebih dari 55 juta pegawai
adalah lulusan SD! Pemilik diploma 3 juta orang dan sarjana sekitar 5
juta orang. Jadi, untuk apa sebenarnya generasi penerus bangsa
bersekolah tinggi?. Menurut Ippho, teori menjadi pengusaha hampir tidak
pernah diajarkan di sekolah. Di sekolah, hal yang sangat dihargai dan
dipuja adalah kehebatan dari Nilai Indeks Prestasi Kumulatif. Padahal
kenyataannya, yang sangat dihargai adalah Indeks Pendapatan Kumulatif.
Inilah yang menyebabkan generasi tamat sekolah tinggi setelah tamat
hanya satu yang dipikirkan yakni bagaimana agar mendapat pekerjaan
tetap, bukan tetap bekerja (wirausaha). Berkaca dari sistem pendidikan
Yahudi, sejumlah kampus di Israel mengharuskan mahasiswa mereka
khususnya mahasiwa dari fakultas ekonomi untuk menggarap suatu proyek
bisnis di akhir tahun perkuliahan. Bekerja secara berkelompok, mereka
hanya bisa lulus kalau proyek tersebut mampu mencetak laba satu juta
dolar atau jika dirupiahkan sekitar Rp. 9 milyar. Indeks Pendapatan
Kumulatif, bukan?, wajar jika hari Yahudi, adalah bangsa yang paling
berkuasa atas kendali perekonomian dunia.
Bila saja
diketahui bahwa menurut Ir. Ciputra lagi, sebenarnya masalah kemiskinan
dan pengangguran bisa teratasi setidaknya diperlukan 4 juta pengusaha
baru di negara kita. Hitung-hitungannya jika dari 4 juta pengusaha
masing-masing membutuhkan 10 tenaga kerja saja, berarti akan ada 40 juta
orang yang dipekerjakan. Wow!
diketahui bahwa menurut Ir. Ciputra lagi, sebenarnya masalah kemiskinan
dan pengangguran bisa teratasi setidaknya diperlukan 4 juta pengusaha
baru di negara kita. Hitung-hitungannya jika dari 4 juta pengusaha
masing-masing membutuhkan 10 tenaga kerja saja, berarti akan ada 40 juta
orang yang dipekerjakan. Wow!
So, saat
ini dari 400 ribu pengusaha yang ada di Indonesia, maka masih tersisa
lowongan kerja menjadi pengusaha sekitar 3,6 juta. Andakah itu?. Semoga,
dengan begini persepsi otak kiri yang berlebihan tentang semakin tinggi
jenjang pendidikan semakin mudah mendapatkan pekerjaan, segera sirna!,
yang ada adalah persepsi otak kanan bahwa semakin tinggi jenjang
pendidikan semakin mudah menuju generasi pencipta lapangan kerja.
ini dari 400 ribu pengusaha yang ada di Indonesia, maka masih tersisa
lowongan kerja menjadi pengusaha sekitar 3,6 juta. Andakah itu?. Semoga,
dengan begini persepsi otak kiri yang berlebihan tentang semakin tinggi
jenjang pendidikan semakin mudah mendapatkan pekerjaan, segera sirna!,
yang ada adalah persepsi otak kanan bahwa semakin tinggi jenjang
pendidikan semakin mudah menuju generasi pencipta lapangan kerja.
Pengusaha Berjiwa Filantropi
Seorang
bijak pernah berkata sebenarnya menghirup dan menghembuskan udaralah
yang membuat kita sehat. Menghirup tanpa menghembuskan akan membuat kita
sakit. Mengambil itu seperti menghirup. Memberi itu seperti
menghembuskan. Maksudnya adalah menjadi pengusaha tidak cukup dengan
urusan memutar mutar uang lalu bimsalabim uang itu akan
bertambah bertambah dan bertambah hingga tujuh turunan dipastikan tidak
akan habis, namun dibalik usaha kita, dibalik apa yang kita peroleh dari
hasil yang kita usahakan, ternyata ada hak orang lain juga disana. Ruh the power of giving
harus ada pada diri setiap pengusaha, jika tidak begitu dapat
dipastikan usahanya akan mandeg, ibarat kita menghirup namun kesulitan
untuk mengeluarkannya kembali dan yang ada malah menjadi penyakit.
bijak pernah berkata sebenarnya menghirup dan menghembuskan udaralah
yang membuat kita sehat. Menghirup tanpa menghembuskan akan membuat kita
sakit. Mengambil itu seperti menghirup. Memberi itu seperti
menghembuskan. Maksudnya adalah menjadi pengusaha tidak cukup dengan
urusan memutar mutar uang lalu bimsalabim uang itu akan
bertambah bertambah dan bertambah hingga tujuh turunan dipastikan tidak
akan habis, namun dibalik usaha kita, dibalik apa yang kita peroleh dari
hasil yang kita usahakan, ternyata ada hak orang lain juga disana. Ruh the power of giving
harus ada pada diri setiap pengusaha, jika tidak begitu dapat
dipastikan usahanya akan mandeg, ibarat kita menghirup namun kesulitan
untuk mengeluarkannya kembali dan yang ada malah menjadi penyakit.
Filantropi,
mungkin kata ini masih asing di telinga kita, namun bagaimana dengan
istilah zakat, infak, shadaqah? Kegiatan ini sudah berlangsung sejak
masa Nabi Muhammad SAW yang digunakan untuk pengelolaan uang umat saat
itu.
mungkin kata ini masih asing di telinga kita, namun bagaimana dengan
istilah zakat, infak, shadaqah? Kegiatan ini sudah berlangsung sejak
masa Nabi Muhammad SAW yang digunakan untuk pengelolaan uang umat saat
itu.
Istilah Filantropi sendiri berasal dari bahasa Yunani, philein, โcintaโ dan anthropos,
โmanusiaโ, Jadi, filantropi adalah kegiatan cinta kemanusiaan. Menurut,
Ahmad JuwainiโDirektur Eksekutif Dompet Dhuafa dalam Seminar Nasional
Entrepreneur bertajuk Filantropi dan Bisnis Sosial: Potensi dan Karir
yang Tersembunyi di IAIN SU (26/05), Filantropi adalah kesadaran untuk
memberi dalam rangka mengatasi kesulitan dan meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat.
โmanusiaโ, Jadi, filantropi adalah kegiatan cinta kemanusiaan. Menurut,
Ahmad JuwainiโDirektur Eksekutif Dompet Dhuafa dalam Seminar Nasional
Entrepreneur bertajuk Filantropi dan Bisnis Sosial: Potensi dan Karir
yang Tersembunyi di IAIN SU (26/05), Filantropi adalah kesadaran untuk
memberi dalam rangka mengatasi kesulitan dan meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat.
Usaha yang kita miliki bukan semata usaha
untuk memperkaya diri tapi juga berorientasi untuk berbagi terhadap
sesama. Belum ada sejarahnya pengusaha kaya raya rajin berfilantropi
lalu jatuh miskin. Faktanya, Abdurrahman bin Aufโsahabat Nabi Muhammad
SAW yang punya 700 kendaraan niaga, namun masih bisa mewasiatkan 400
dinar dan 1000 kuda kepada pejuang islam ketika ia meninggal. Bill Gates
dan Warren Buffetโdua orang terkaya di muka bumi, ternyata mereka
adalah dermawan terbesar abad ini, begitu juga dengan Donald Trump,
dalam kebankrutannya pada 1990-an dia malah membagi-bagikan hartanya,
karena ia percaya, memberi itu berbanding lurus dengan diberi.
untuk memperkaya diri tapi juga berorientasi untuk berbagi terhadap
sesama. Belum ada sejarahnya pengusaha kaya raya rajin berfilantropi
lalu jatuh miskin. Faktanya, Abdurrahman bin Aufโsahabat Nabi Muhammad
SAW yang punya 700 kendaraan niaga, namun masih bisa mewasiatkan 400
dinar dan 1000 kuda kepada pejuang islam ketika ia meninggal. Bill Gates
dan Warren Buffetโdua orang terkaya di muka bumi, ternyata mereka
adalah dermawan terbesar abad ini, begitu juga dengan Donald Trump,
dalam kebankrutannya pada 1990-an dia malah membagi-bagikan hartanya,
karena ia percaya, memberi itu berbanding lurus dengan diberi.
Adalah hal yang mungkin menjadi generasi pengusaha berjiwa filantropi di negeri kita yang gemah ripah loh jinawi ini, jika kita bisa lebih menguatkan mata hati dan ide brilian untuk menciptakan mata pencaharian bagi sesama.
*Tulisan ini menjadi Runner Up dlm Lomba Menulis Kreatif II yang diadakan oleh Djalaluddin Pane Foundation* (14 Juni 2011)