Pantai Cermin, entah sudah berapa lama aku tidak ke lokasi wisata terkenal di Sumatera Utara ini. Beruntung, 6 September 2024 aku bersama teman-teman blogger dan wartawan diundang oleh Astra untuk mengunjungi salah satu Kampung Berseri Astra (KBA) tepatnya di KBA Pantai Cermin Kanan Serdang Berdagai.
Jam 06.30 WIB aku sudah tiba di titik kumpul rombongan di pelataran parkir Masjid Raya tampak satu-satunya bus pariwisata sedang mengetem, tak sabar rasanya untuk segera berangkat, karena aku mau memuaskan diri lari-lari di pasir pantai, menyesap atmosfer vitamin sea sebanyak-banyaknya untuk dibawa kembali pulang ke Medan. Namun, ternyata aku mendapatkan tak sekadar vitamin sea.
Betapa girang hatiku saat bus bersiap melewati Gapura bertulisan Selamat Datang di Rumah Makan dan Pantai Cermin Ingah Seafood. Yeay, pantai! sorakku dalam hati saja. Tuan rumah alias perwakilan camat dari Desa Pantai Cermin Kanan sangat hangat menyambut kami begitu juga tim Astra.
Usai menyantap bubur anyang dan kacang tojin gurih yang disediakan bahkan membuatku masih teringat nikmatnya hingga kini, kami melanjutkan perjalanan untuk dua tujuan, pertama melihat kehidupan nelayan Desa Pantai Cermin Kanan yang cukup ditempuh dengan berjalan kaki saja sebab tak jauh dari pendopo lalu mengunjungi Menday Gallery & Souvenir.
Sekilas Tentang Kehidupan Nelayan Desa Pantai Cermin Kanan, Bertahan Hidup Dari Kerasnya Gelombang Laut dan Naik Turun Harga Ikan
Sejenak keluar dari aktivitas mengasuh anak dan mengurus rumah tangga untuk kemudian melihat kehidupan nelayan itu rasanya membuatku tak henti merapal mantra syukur. Lauk ikan yang aku beli dan masak setiap hari di rumah memiliki proses yang panjang.
Proses panjang si ikan itu terwakilkan saat mendengar langsung cerita Pak Zul, seorang nelayan tradisional sekaligus salah seorang kepala dusun di Desa Pantai Cermin Kanan. Pak Zul terlihat sabar menjawab rasa penasaran kami terhadap profesi nelayan saat ini.
Tantangan melaut bagi para nelayan tradisional selain peralatan yang jauh dari standar adalah kondisi cuaca yang sulit ditebak, selain itu kenaikan harga solar yang menggila. โUntuk modal solar saja, paling tidak kami harus mengeluarkan uang 30 ribu rupiah, ada atau tidak ada ikan yang didapat/terjual hari ituโ, ujar Pak Zul dengan suara sedikit tercekik dan bergetar. Kadang tak hanya harus mengeluarkan uang 30 ribu rupiah sebagai modal awal namun juga nyawa pun turut menjadi taruhan jika laut tak bersahabat
Lokasi tempat aku melihat kondisi nelayan merupakan tempat dimana kapal-kapal kecil parkir bahkan tampak banyak kapal-kapal rusak yang teronggok. Betapa kerasnya kehidupan nelayan ini, gumamku. Mereka para nelayan sebenarnya menjadi garda depan dalam menghadirkan produk laut yang kaya gizi serta mendukung program pemerintah yaitu cegah stunting, namun di sisi lain kondisi hidup nelayan tampak jauh dari kata layak. Semoga suatu saat kehidupan nelayan kita bisa jauh lebih baik ya sehingga lauk ikan kita juga semakin berkualitas dan mencukupi kebutuhan protein dalam negeri tak hanya sekadar memenuhi permintaan ekspor mancanegara saja.
Setelah mengunjungi kawasan nelayan saatnya kami menuju lokasi berikutnya, tempat dimana kebanyakan istri istri nelayan mencari pemasukan tambahan agar dapur tetap bisa ngebul tiap hari lewat anyaman pandan.
Eva Herlia dan Usaha Kerajinan Anyaman Pandan Yang Bertuah Itu Bernama Menday
Ketika mini bus kami sampai di Menday Gallery & Souvenir, tampak dua Ibu sedang sibuk dan gesit menganyam pandan.
Aku juga melihat ada beberapa rak tempat hasil anyaman pandan dipajang. Produk yang dipajang ada tas, sandal, dompet, sampul buku, topi dan tikar. Lalu di ruangan sebelah ada area menjahit, menempel, produk turunan pandan. Oiya di area samping bangunan ada tempat untuk bagian pewarnaan dan penjemuran pandan yang masih dikerjakan secara manual dan tradisional.
โKegiatan menganyam ini sudah dilakukan dari generasi ke generasi. Saya sendiri adalah generasi ketiga. Ada beberapa mitos tentang menganyam pandan yang membuat hampir semua wanita melayu di Desa Pantai Cermin Kanan bisa menganyam, seperti tidak boleh menikah sebelum bisa menganyam tikar, lalu jika sudah menikah wajib ada di rumah tinggalnya satu tikar anyaman buatan sendiriโ, ujar Kak Eva sang pemilik Menday.
Ultimatum khas orangtua zaman dulu memang manjur banget ya, padahal tujuan sebenarnya supaya tiap anak perempuan punya kemampuan menganyam yang memang sangat berguna dalam hidup.
Adalah Eva Herlia, sosok dibalik Jenama Menday Gallery and Souvenir. Ide usaha yang bergerak di bidang produksi dan pemasaran kerajinan anyaman miliknya yang berdiri tahun 2010 siapa sangka bisa maju dan bahkan turut memberdayakan ibu-ibu di desanya.
Berawal dari tergeraknya Eva untuk mengolah bahan baku anyaman seperti daun pandan dan purun di desanya yang berlimpah dan kurang dimanfaatkan secara maksimal. Eva pun mulai mencari tahu cara mengolah sumber daya alam ini menjadi produk bernilai ekonomi tinggi dan menjadi sumber pendapatan bagi dirinya dan juga orang-orang di sekitar Eva.
Kata โMendayโ yang berarti โbaikโ dalam bahasa Melayu seakan menjadi doa untuk usaha Eva terbukti Menday Gallery and Souvenir berdiri tahun 2010 lewat modal selembar tikar yang ia sulap menjadi produk turunan yakni dompet, sandal, dan produk lainnya dan berhasil menjadi jalan rezeki bagi orang banyak di desanya seiring permintaan pasar akan produk anyamanan pandan yang terus bertambah. Kemudian tahun 2013, Eva mulai mempekerjakan 1 orang. Kini Eva memiliki 35 orang pengrajin aktif dari pengolahan bahan baku sampai produk turunan dan dari usia termuda 15 tahun dan yang sepuh usia 72 tahun.
Sekarang produk anyaman dari Desa Pantai Cermin Kanan sudah merambah pasar ekspor baik ke Singapura, Dubai hingga Yunani. Demi memenuhi permintaan anyaman pandan dari luar negeri, tahun 2019 Eva kembali membuat gebrakan yaitu membentuk komunitas pengrajin bernama Kelompok Perempuan Kanan Kreatif (KPKK).
Kelompok Perempuan Kanan Kreatif (KPKK) saat ini beranggotakan kurang lebih 150 perempuan lintas usia di daerah Pantai Cermin Kanan yang dalam prosesnya menjadi mitra bagi Menday mulai dari pengumpulan bahan baku yaitu pandan laut, pengeringan dan penganyaman, sedangkan rumah produksi atau Menday fokus pada proses finishing sampai produk jadi.
Pesona dan Fungsi Pandan Laut Yang Tak Bisa Diremehkan Sekaligus Jadi Bahan Baku Utama Anyaman dari Pantai Cermin Kanan
Dulu aku pernah punya tikar anyaman pandan, namun tak pernah terbesit untuk mencari tahu asal dari bahan baku utama tikar itu, karena aku pikir berasal dari pandan wangi pada umumnya. Ternyata ada nama tanaman Pandan Laut.
Kawasan pinggir pantai menjadi surga bagi tumbuhnya pandan laut yang memiliki nama latin [Pandanus tectorius Park] tak hanya di pantai, pandan laut juga dapat ditemukan pada hutan dataran tinggi, sekitar 3.500 m dari permukaan laut, bahkan tumbuh juga di hutan sekunder, padang rumput, rawa gambut, hingga tanah berpasir kering yang minim zat-zat hara.
Tinggi tanaman pandan laut dapat mencapai 3-15 meter, panjang daunnya 4-8 meter, bercabang, daun dan kadang-kadang batangnya berduri, serta akar tunjang di sekitar pangkal batang.
Pandan laut ini juga punya buah yang bentuknya mirip nanas dan saat matang buahnya mirip warna kuning jeruk. Jika berbunga, bunga pandan laut berwarna merah ungu dan terletak pada ujung batang.
Setelah kenalan dengan fisik dari pandan laut, mari kita telusuri manfaat dan fungsi dari tanaman pandan laut yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Ada sebuah publikasi ilmiah yang diterbitkan di Jurnal Budapest International Research in Exact Sciences dan ditulis oleh Ikhlas Matondang dan Sri Endarti Rahayu berjudul โGermination technique of Pandanus tectorius (Park.) seedsโ menjelaskan tentang banyaknya fungsi dan manfaat pandan laut bahkan memiliki peluang besar di masa depan bila dikembangkan dengan maksimal.
Fungsi pandan laut secara ekologi saja sudah sangat nyata seperti dapat menahan abrasi pantai, memecah ombak, mengurangi dampak pasang terhadap ekosistem darat, mitigasi tsunami yang dapat meminimalisir kerusakan pada daerah di belakang vegetasinya.
Kerennya lagi pandan laut adalah tanaman yang tahan terhadap kekeringan, angin kencang dan garam. Makanya, saat aku tanyanya hal ini kepada Kak Eva mengenai kualitas bahan baku yang memang alami tumbuh di pinggir pantai dengan pandan laut yang dibudidayakan di pekarangan warga ternyata memiliki perbedaan. Pandan laut yang memang tumbuh di pinggir pantai jauh lebih berkualitas ( daunnya lebih tebal dan mengilat ) daripada yang dibudidayakan atau yang tumbuh di darat karena sifat tanamannya yang setangguh itu, tahan garam dan juga kekeringan.
Dalam jurnal tersebut dibahas juga mengenai bagian tanaman pandan laut ini tidak ada yang tidak bermanfaat, semua bisa digunakan untuk kebaikan manusia. Penduduk Mikronesia menjadikan buah pandan laut untuk makanan pokok sebab mengandung karoten, karbohidrat, protein, lemak dan seratnya pun bisa dijadikan bahan pangan olahan selain itu buahnya juga bisa untuk ramuan parfum dan bunga jantan untuk karangan bunga.
Daun dari pandan laut jelas saja sudah yaitu dimanfaatkan untuk membuat tikar, atap rumah, topi, layar, keranjang dan kerajinan tangan. Pada masyarakat Kiribati, daunnya digunakan untuk mengobati demam/flu, hepatitis, asma, susah buang air kecil [disuria], maag bisul, dan kanker.
Batang utama dari pandan laut berguna untuk bangunan rumah dan tangga, sedangkan akarnya dimanfaatkan sebagai gagang keranjang, dinding rumah dan tali serta jika akarnya direbus bisa untuk mengobati wasir. Lalu durinya untuk apa? Durinya bisa diubah jadi emas hitam atau kompos yang ditabur di sekitar tanaman pandan laut lainnya ujar Kak Eva.
Sayangnya, pada banyak pantai yang bagi warga setempat dianggap berpotensi jadi tempat wisata membuat tanaman pandan laut sengaja dibabat demi mendapatkan lahan untuk mendirikan warung atau gazebo, tempat persewaan tikar bahkan lahan parkir. Sedihnya lagi, jika pandan laut gak ada di pantai yang ada habitat penyu tentu membuat penyu kehilangan tempat bertelurnya
Sebenarnya kalau saja kita menjaga keberadaan pandan laut, secara tidak langsung kita turut menjaga keberadaan pantai dan mengurangi risiko rusaknya wilayah pesisir.
Lika Liku Upaya Memberdayakan Masyarakat Pengrajin Anyaman Pandan Hingga Mendulang Cuan
Memberdayakan masyarakat bukanlah hal yang mudah. Namun, jika melihat apa yang dilakukan Eva semua berangkat dari penemuan masalah yang menggelisahkan hati. Hati Eva tergerak untuk menghidupkan tradisi menganyam menjadi produk bernilai tinggi lewat bahan baku yang berlimpah tapi tidak ada yang peduli.
Selaras dengan pembahasan mengenai partisipasi masyarakat menurut Isbandi ( 2007 ) adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengindentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat.
Lalu bagaimana cara Eva bisa menggaet warga desa khususnya perempuan untuk terlibat aktif dalam mengembangkan potensi desa yaitu kerajinan anyaman? Ternyata sesuai dengan teori yang dipaparkan Slamet ( 2003 ) bahwa ada 3 faktor yang mendukung munculnya keikutsertaan warga yaitu pertama adalah kemauan, kedua kemampuan dan terakhir kesempatan bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi.
Kemauan warga yang prioritas yakni mendapatkan penghasilan tambahan dari rumah tanpa melewatkan kewajiban mengasuh anak dan mengurus rumah tangga, dalam arti pengerjaan menganyam bisa dibawa pulang. Kedua adalah kemampuan, lihainya ibu-ibu pengrajin menganyam daun pandan tak perlu diragukan lagi, Ketiga yaitu adanya kesempatan masyarakat untuk terlibat seperti ikut dalam berbagai lomba kewirausahaan hal yang sudah dilakukan Eva dan tim dimana serius ikut program Kampung Berseri Astra.
Setelah upaya-upaya tersebut mulai menampakkan hasil, Eva tak berhenti belajar dan mencari informasi agar Menday Gallery berkembang karena banyak hidup pengrajin bergantung padanya jika terlalu santai.
Kini para pengrajin mulai tersenyum lebar sebab gaji pengrajin borongan bisa mencapai 3,5 juta per bulan, sedangkan untuk pengrajin produk turunan berkisar 1,7-1,9 juta per bulan. Usaha kerajinan ini pun tak terbatas pada mensejahterakan pengrajin tapi juga para petani yang membudidayakan tanaman pandan laut, yang mana seikat pandan laut bisa bernilai 150.000 rupiah.
Semoga apa yang dilakukan Eva dapat menjadi inspirasi desa-desa lainnya yang memiliki kemampuan menganyam atau menghasilkan kerajinan tangan lewat sumber daya alam yang tersedia.
Eva dan Bisnis Kerajinan Anyaman Berkelanjutan Serta Melahirkan Pengrajin Muda
Mantan Menteri Lingkungan Hidup pertama Indonesia yang juga seorang profesor tepatnya Prof. Emil Salim mengajak generasi muda untuk berkomitmen pada sustainable development karena konsep ini dapat menyelamatkan generasi mendatang dari krisis iklim, kelaparan, kemiskinan dan berbagai masalah sosial.
Maka, Eva sebagai pelaku bisnis kerajinan anyaman berupaya tetap memastikan pasokan bahan baku utama yaitu pandan laut tetap ada meskipun kualitas sudah berbeda dengan bahan baku 10 tahun lalu dengan cara membudidayakan tanaman pandan laut di pekarangan warga dan lahan kosong.
Selain itu, sistem pembayaran upah yang layak dan sesuai UMR daerah setempat untuk bisnis kerajinan anyaman diharapkan dapat menjadi daya tarik para pengrajin muda agar semangat menekuni kemampuan menganyam dengan begitu tradisi menganyam tetap terpelihara sekaligus menjadi mata pencaharian yang menjanjikan di masa depan.
Harapan lain Eva yang mengagumi Najwa Shihab karena tutur bahasa dan sikapnya yang mencerminkan keluasan berpikir dan kecerdasan perempuan ini adalah produk kerajinan anyaman semoga tidak hanya jadi primadona di luar negeri tapi juga dalam negeri. Saat ini produk zero waste sangat dilirik penduduk dunia karena turut menjaga dan melindungi bumi, sejatinya kita sebagai tuan rumah juga mendukung misi ini dengan cara ikut membeli atau mempromosikan produk kerajinan anyaman di kalangan pribadi, teman dan keluarga sehingga gaungnya bisa meluas dan bisa lebih membuka jalan rezeki bagi warga pengrajin anyaman.
Tak terasa dua jam main-main ke Pantai Cermin dan membawa oleh-oleh banyak sekali. Oleh-oleh inspirasi dari Eva dan juga produk kerajinan anyaman berupa sandal juga cover buku. Alhamdulillah!
Referensi:
Media Sosial Menday Gallery & Souvenir (Instagram: @mendaygalleryandsouvenir)
Wawancara via chat Whatsapp dengan Eva Herlia
https://seputargk.id/jangan-asal-tebang-pandan-laut-itu-tanaman-pelindung/ diakses pada 13 September 2024
https://www.mongabay.co.id/2022/09/19/pandan-laut-buahnya-seperti-nanas-dan-daunnya-bisa-dibuat-tikar/ diakses pada 13 September 2024
https://www.dapenastra.com/berita/145/Kampung-Berseri-Astra-Desa-Pantai-Cermin-Kanan-Karsa-Pembinaan-Perempuan-Melalui-Kerajinan-Anyaman-Pandan.html diakses pada 13 September 2024
https://sumatra.bisnis.com/read/20240609/534/1772299/jelajah-umkm-karya-tangan-perempuan-penyulam-pandan-di-pantai-cermin diakses pada 14 September 2024
https://blog.google/intl/id-id/company-news/outreach-initiatives/2021_04_perempuan-asal-sumatera-utara-mengola/ diakses pada 14 September 2024
Adi, Isbandi rukminto. 2007. Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat
Sebagai Upaya Pemberdayaan masyarakat. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada
Hetifah, Sj Sumarto. 2005. Inovasi, Partisipasi Dan Good Governance. Jakarta: Yayasan Obor
1 Comment. Leave new
Pandan laut ini sama ngga ya dengan yang tumbuh di gunung.
Waktu itu hiking ke Sibayak dan nemu tanaman pandan yang mirip pandan laut ini disana.
Nyari2 clue nya di google kok susah, haha…
BTW, seru kali kegiatan jalan2 plus belajar banyak tentang kehidupan di pantai. Suka duka para nelayan yang bikin kita jadi lebih banyak menghargai hasil laut….