Engkau
yang sedang marah, … sudahlah …
Janganlah kau teruskan memarahinya,
yang sesungguhnya sudah tahu bahwa dia salah.
Bukankah penyesalannya sudah cukup menyiksanya?
Apakah engkau menjadi lebih mulia
dengan membuatnya merasa semakin rendah
dan terluka dalam penyesalannya?
Apakah dunia ini menjadi lebih baik
denganmu yang marah tanpa arah,
dan dia yang meminta maaf kepadamu
yang tanpa rasa kasihan?
Sudahlah …
Lembutkanlah hatimu, dan lihatlah dia dengan kasih sayang.
Ingatlah,
suatu ketika nanti engkau akan juga berada
dalam keadaan yang sama.
Dan engkau akan tahu rasa dari penyesalan
dan permintaan maaf yang ditepis seperti lalat yang kotor.
Sudahlah …
Berkasih sayanglah. Damaikanlah hatimu dengan memaafkannya.
Dan dalam tangis yang bersulam tawa kecil,
dan dalam senyum haru yang berlelehkan air mata,
lupakanlah masa lalu,
hiduplah sepenuhnya hari ini,
dan jadilah pribadi yang sehat, damai,
dan bernafas lapang
menyambut semua kemungkinan baik masa depan –
yang disediakan bagi jiwa
yang meneruskan kehidupan dengan damai,
walau keadaan dan kejadian
seperti memberimu hak untuk marah
dan merusak dirimu sendiri.
Berhentilah marah.
Memaafkan menjadikan jiwamu berpendar indah.
Memaafkan menjadikanmu sesuai bagi keindahan hidup yang kau rindukan.
Tersenyumlah, dan bernafaslah dalam selapang-lapangnya dada.
Mario Teguh –
membaca kalimat bijak MT pagi itu. Seketika membawaku pada masa lalu, masa
dimana aku pernah marah luarbiasa pada seseorang dan butuh waktu berhari-hari
memaafkannya. Aku marah waktu itu, ya, aku akui aku emosi, seminggu berlalu,
marahku mulai ubah orientasi, marahku untuk memberinya pelajaran dan semoga
tidak ada lagi korban selanjutnya yang berjatuhan. Aku sadari, sifat burukku
jika sudah kecewa berat, adalah diam, dan kalau bisa jangan sampai bertatap
muka dulu dengan orang tersebut demi menghindari pahalaku berpindah padanya. Time will heal everything, ya yang
kubutuhkan hanya waktu, waktu untuk melupakan semuanya dan waktu untuk
memaafkan.
kejadian berbalik padaku, aku membuat seseorang kecewa berat. Kau tau rasanya,
mendapati orang terdekat kita kecewa gara-gara kita? Sakit!, secara fisik
memang berada dalam satu tempat, satu ruangan, satu kota, tapi secara batin aku
merasa bermil-mil jauhnya dari orang tersebut, sifatnya berubah 3600
padaku, yah, selayaknya orang lain yang nggak saling mengenal, kalo kata MT,
mungkin orang tersebut udah kayak bertemu lalat yang kotor, jijik. Jika sudah
begitu, aku makin terkubur dalam lubang penyesalan. Sedih kali lah pokoknya
T_T.
berusaha minta maaf, atau mungkin di matanya usaha minta maafku belum maksimal,
tapi ntahlah aku masih nggak ngerti standar maksimal sebuah permintaan maaf.
Aku hanya bisa mendelegasikan hatinya pada Allah, supaya dilembutkan dan mau
menerima permintaan maafku. Itu aja.
paling aku ingat dari perkataan Ippho, bahwa bisa jadi sukarnya urusan-urusan
kita selama ini, seretnya rezeki, adalah karena kita terlalu sering merapuhkan
hubungan kita dengan sesama manusia. Maka, berbuat baiklah dan bermaaf-maafan
lah.
sedang belajar menjadi dewasa. Sekali lagi, dari lubuk hati yang paling dalam Aku
minta maaf, dan aku siap terima risikonya bahwa mungkin setelah ini aku harus
mengenalmu dari awal lagi, dan segalanya tidak akan pernah sama lagi seperti
sebelum aku membuatmu sekecewa ini. #rasanya pengen pergi jauh, sejauh-jauhnya
dari semua orang yang pernah mengenalku.
Desember, benar-benar menguras perasaan dan airmata. Huwaaa…kalo diingat2,
perih kali rasanya, permintaan maaf blm diterima, dikhianatin teman, bla…bla…bla.
SEMANGAT! ^_^