Apa sih yang Pembaca Nufazee rasakan atau pikirkan saat bertemu dengan penyandang disabilitas atau OYPMK ( Orang Yang Pernah Mengalami Kusta)? pasti merasa kasihan dan bawaannya pengen dibantu aja ya kan?
Sebenarnya gak salah dengan keinginan untuk memberikan bantuan ( charity based ) tapi bila keseringan justru memunculkan mental lemah. Senang sekali mengetahui bahwa makin kesini itu banyak perubahan paradigma undang-undang tentang Penyandang Disabilitas. Terakhir ada Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2020 tentang Aksesibilitas terhadap Pemukiman, Layanan Publik, dan Perlindungan dari Bencana bagi Penyandang Disabilitas.
Perubahan paradigma undang-undang Penyandang Disabilitas disampaikan sebagai kalimat pembuka dari Sumiatun S.Sos, M.Si selaku Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kemensos pada Siaran Ruang Publik KBR mengenai Rehabilitasi Sosial Yang Terintegrasi untuk OYPMK & Disabilitas Siap Bekerja dan Berdaya.
Siaran langsung tersebut yang juga dipersembahkan oleh NLR Indonesia, digelar pada Kamis 30 Juni 2022, jam 9 pagi. Pada kesempatan tersebut Bu Sumiatun tidak sendiri, sebab ada Tety Sianipar selaku Direktorat Program Kerjabilitas dan dipandu oleh Host Ines Nirmala.
Lebih lanjut singkatnya kini Penyandang Disabilitas dipandang sebagai subjek yang diberikan jaminan terhadap penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia ( human rights – based ).
Selain itu, permasalah diskriminasi terhadap Penyandang Disabilitas yang sudah mengakar dan menjadi stigma buruk dalam masyarakat Indonesia berimbas pada banyak sektor, yang dulu hanya di sektor sosial, berkembang menjadi masalah di multi sektor, bahkan lintas sektor.
Kita tidak akan bahas masalah yang multisektor itu, sebab ingin fokus pada solusi yang saat ini jadi programnya Kementerian Sosial.
Program Atensi Dari Kementerian Sosial Bantu Berdayakan Penyandang Disabilitas
Untuk mendukung dan mewujudkan peraturan pemerintah agar lebih memberdayakan Penyandang Disabilitas, Kementerian Sosial hadir dengan Program Atensi.
Atensi merupakan singkatan dari Asistensi Rehabilitasi Sosial yang bertujuan memberdayakan penyandang disabilitas dalam penanganan dan permasalahan yang mereka hadapi. Ibu Sumiatun juga menjelaskan bahwa ada 26 hak yang diberikan pada Penyandang Disabilitas salah satunya hak mendapatkan pekerjaan.
Dari Kementerian Sosial fokus pada memutuskan stigma negatif pada masyarakat mengenai penyandang disabilitas selain itu pemerintah sering mengadakan pelatihan yang back up di sektor non formal bekerjasama dengan BLK ( Balai Latihan Kerja ) di berbagai daerah, yang bertujuan agar Penyandang Disabilitas bisa memberdayakan diri seperti membuat motor roda tiga, pelatihan elektronik, pelatihan komputer. Karena tidak semua Penyandang Disabilitas bisa bekerja di sektor formal
Kerjabilitas.com, Jaringan Sosial Karir Disabilitas Pertama di Indonesia
Stigma negatif masyarakat pada kaum disabilitas di Indonesia masih kental, padahal di luar negeri hal ini sudah bukan sesuatu yang aneh, sehingga berbagai fasilitas umum sudah banyak yang ramah disabilitas, termasuk dunia kerja.
Teringat sekali aku pernah massage memakai jasa pasangan tunanetra. Pasangan ini merupakan orang tua dari temannya adikku. Mereka tinggal di bangunan semacam ruko tingkat dua.
Salut banget lihat mereka yang survive bangun rumah tangga plus bangun usaha. Pijatannya tuh enak banget. Jadi, kepikiran jika mereka bisa mengembangkan usaha dengan buka jasa massage online dan gak tergantung menunggu pasien datang ke ruko mereka.
Nah, untuk sektor non formal sepertinya sudah mulai banyak dan survive lalu bagaimana dengan penyandang disabilitas yang sebenarnya punya kemampuan untuk bekerja di sektor formal?
Kerjabilitas merupakan jaringan sosial karir disabilitas pertama di Indonesia. Platform ini ada karena dilatarbelakangi pemikiran, Tety Sianipar bersama dua founder platform Kerjabilitas pada tahun 2014 dimana selama ini disabilitas lekat sekali dengan bekerja di sektor non formal, padahal mereka seharusnya punya hak berkeadilan yang sama untuk bekerja di sektor formal apalagi sudah banyak perguruan tinggi inklusi yang menerima kaum disabilitas seperti UIN Jogja dan Universitas Brawijaya Malang. Nah, para lulusannya kemana jika tidak diterima di sektor formal?
Solusi Agar Perusahaan Menerima Karyawan Disabilitas Bekerja Di Sektor Formal
Pada Kerjabilitas ada sebuah program bernama DATE atau Disability Awareness Trainee For Employee, sebuah pelatihan yang memberikan pemahaman pada perusahaan tentang segala informasi tentang disabilitas.
Berdasarkan pengamatan tim Kerjabilitas, selama ini alasan perusahaan menolak rekrut kaum disabilitas ternyata hanya sebatas ragu. Ragu jika mereka tidak bisa mengoperasikan teknologi, ragu bahwa mereka bisa keluar rumah dan berangkat ke kantor serta keraguan lainnya.
Pelatihan ini mengajarkan bagaimana cara memperlakukan kaum disabilitas di tempat kerja, bagaimana cara bicara, soalnya masih ada yang mengatakan mereka dengan sebutan โcacatโ kemudian pada pelatihan tersebut diajarkan juga bagaimana berinteraksi yang etis dengan penyandang disabilitas.
Dengan pelatihan ini, perusahaan jadi tahu bagaimana harus memperlakukan penyandang disabilitas sesuai hak-haknya, bahkan ada manfaat besar bagi perusahaan jika mempekerjakan mereka dan ada penelitiannya loh.
Berdasarkan penelitian di luar negeri, jika penyandang disabilitas masuk ke lingkungan kerja, tingkat produktivitas semua orang yang di dalam itu meningkat dan makin engaged dengan perusahan. Wah iya juga sih, karena mereka bakal berpikir, bahwa yang disabilitas aja semangat kerja, masak iya yang abilitas malah malas-malasan. JLEB!
Yuk ah, hilangkan stigma mengasihani penyandang disabilitas dan OYPMK, berikan 26 hak-hak mereka, semangat! bantu sebar informasi mengandung harapan baik ini kepada teman kalian yang disabilitas!
Semoga bermanfaat!